Halo, apa kabar? nggak terasa saya udah kelas tiga yang artinya akan ujian bentar lagi :') . minta do'anya ya teman-teman. Saya mau nge-share cerita nih, made by myself :) jadi kalo kurang bagus maklum ya masih belajar ^^ .enjoy~
----
Apa yang kamu rasakan? Saat
orang yang kau suka menyukai orang lain?
Aku tidak tahu bagaimana
menjelaskan rasanya, suasana hati mungkin akan seperti langit yang mendung. Aku
rasa setiap orang mungkin punya perasaan yang sama jika orang yang mereka
kasihi memilih orang lain. Orang lain, bukan dirinya.
Tapi aku merelakannya. Demi
kebahagiaannya tidak mengapa. Apakah terlalu naif? Lalu apa yang bisa
kulakukan? Cinta adalah pengorbanan. Aku akan terus hidup meski langit dihatiku
mendung. Sama seperti cuaca hari ini, hatiku mendung. Aku menunggu matahari
muncul, berharap menghangatkan hatiku yang dingin. Berharap ia akan menyukaiku.
Hujan turun sangat deras
saat aku akan mengemasi barang-barangku. Setelah meminjam beberapa buku aku
keluar dari perpustakaan. Sekolah terlihat sepi, jam ditanganku menunjukkan
pukul 4 sore.
Aku lupa waktu karena
terlalu lama menulis diperpustakaan. Perutku yang lapar menyadarkanku sudah berapa
lama aku di sana. Harusnya aku membeli beberapa makanan pengganjal perutku yang
berontak. Aku mengurungkan niat karena kantin berada diseberang gedung
olahraga. Aku harus menyebrangi hujan untuk sampai kesana.
Beberapa anak pramuka terlihat
berkumpul disudut koridor. Mungkin mereka sedang menghindari hujan yang cukup
deras. Tidak ada seorangpun yang aku kenal. Kucuran air dari atap perpustakaan
membuat ujung rokku basah terkena cipratannya.
Aku tidak pernah benar-benar
membenci hujan.
Sebenarnya suara hujan itu
indah, mengalun seperti irama. Hanya saja hujan mengingatkanku akan kesedihan. Hujan
mungkin mengingatkanku padanya.
Tiga tahun yang lalu aku
bertemu dengannya saat hujan. Saat itu hujan deras sama seperti hari ini. Aku
menggerutu karena dihari pertamaku harus terjebak hujan.
Lalu aku melihat ia berlari
kehujanan dan akhirnya berteduh disebelahku. Aku melihat seragam yang ia pakai
sama denganku, jelas kami satu sekolah. Tapi aku tidak pernah membayangkan akan
satu angkatan dengannya, dan menyukainya.
“Kamu sekolah di…”
“Iya” jawabku mantap sebelum
ia menyelesaikan pertanyaannya.
“Yah, kita kayaknya telat
ya” Ia tertawa
“Hmm telat di hari pertama,
kasihan sekali ya” Kali ini kami berdua tertawa bersama.
“Belum pulang?”
Aku menoleh. Sedikit terkejut
melihat sosoknya menyeretku dari kenangan. Terlalu tepat mungkin untuk disebut
kebetulan.
“Hujannya deras ya” ujarnya.
Aku mengangguk.
Ia merekatkan jaketnya yang
basah terkena hujan.
Setelah itu hanya hening. Kami
berdua berdiri tidak berjauhan, sama-sama memandang kearah hujan. Entah apa
yang sedang ia pikirkan. Aku mencuri pandang terhadap sosoknya. Tinggi tegap,
kulit putih, dan rambut ikal berantakan.
Sosok yang aku rasa bisa kukenali walau sejauh 100 meter. Aku menahan
senyum. Ada rasa syukur akan hujan hari ini. Aku percaya tidak ada yang namanya
kebetulan. Ya. Tuhan telah mengatur segalanya menjadi indah.
Inginku hujan ini bisa lebih
lama lagi. Sedikit lebih lama. Tetapi mungkin keinginanku terlalu berlebihan.
Hujan berhenti beberapa menit kemudian.
“Ah berhenti juga akhirnya”
Ia tersenyum senang “Aku duluan ya! Jangan pulang sore-sore lho” Ia melambaikan
tangan dan melemparkan senyum singkat.
Aku mengangguk, membalas
senyumnya meski kurasa ia tidak melihatnya. Aku memandangi punggungnya saat ia
berjalan menjauh. Ada rasa tidak rela ia pergi. Aku ingin menahannya untuk
tinggal beberapa lama lagi.
Aku merindukannya.
Dari kejauhan aku masih
melihat sosoknya. Ia menggandeng tangan seorang gadis. Gadis itu yang ia tunggu
saat hujan tadi. Aku memaksakan senyum tipis, walau aku tidak terlalu yakin itu
bisa disebut senyuman.
Aku mendesah pelan
memandangi sinar matahari yang mengintip diantara awan kelabu. Kukeluarkan
payung lipat dari tasku. Aku membuka payung dan berjalan menuju gerbang
sekolah. Aku tidak peduli hujan sudah reda, hujan dihatiku nampaknya belum
reda.
---end----
0 komentar:
Posting Komentar